C. Aqad Kerja dalam Tinjauan Syariah

C.    Aqad Kerja dalam Tinjauan Syariah

1.    Aqad  Kerja
Aqad kerja merupakan salah satu hal yang penting dalam proses Ijarah  al ajiir, dimana dalam Aqad kerja terdapat perjanjian antara kedua belah pihak (manajemen dan pekerja) dalam suatu waktu dan dalam pekerjaan tertentu. Maka dari itu, penting untuk memperjelas kontrak kerja, mengingat banyaknya permasalahan dalam hubungan antara manajemen (perusahaan) dengan pekerja/karyawan dikarenakan masalah kontrak kerja.
a.    Ijarah
1)    Pengertian Ijarah
Secara bahasa, Ijarah  berasal dari kata al-ajru. Al-ajru di dunia adalah kompensasi, al-ajru di akhirat adalah pahala.  Adapun definisi lain yaitu akad atas manfaat/jasa dengan mendapat kompensasi dan disyariatkannya manfaat/jasa itu harus bisa diperoleh oleh musta’jir atau majikan.
Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajiir (pekerja) oleh musta’jir (majikan), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang ajiir. Dimana Ijarah  tersebut merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.
Hasan juga mengumpulkan definisi Ijarah  dari ulama-ulama madzhab yaitu:
i.    Definisi Ulama Hanafiyah:
“Transaksi terhadap manfaat dengan kompensasi” (lihat juga as-Sarakhsi, al-Mabsuth, XVIII/18; Fath al-Qadiir, XX/44 (Maktabah Syamilah)).

ii.    Definisi Ulama Malikiyah dan Hanabilah:
“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan” (Lihat juga Syarh al-Kabir li as-Syaikh ad-Dardir, II/4 (Maktabah Syamilah)).

iii.    Deinisi Ulama Syafi’iyah:
“Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat dapat dimanfaatkan da dibolehkan dengan suatu imbalan tertentu” (Lihat juga asy-Syarbini, Mughni al-Muhjat, IX/363 (Maktabah Syamilah); Ibnul Qasim, 1982: I/297)).









2)    Pensyariatan Ijarah
Islam membolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga para pekerja atau buruh, agar mereka bekerja untuk dirinya.
a)    Al-Qur’an
i)    Ath-Thalaq ayat 6:
“…Jika mereka menyusukan (anak-anak) kalian untuk kalian maka berikanah kepada mereka upahnya…”

ii) Al-Baqarah ayat 233:
“…Dan  jika kalian ingin agar anak kalian disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian memberikan pembayaran secara patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa saja yang kalian kerjakan“

iii) As-Sunah
(1)    Hadist Imam Bukhari dari ‘Aisyah ra:
“Rasulullah dan Abu Bakar (pada saat hijrah) menyewa seorang dari suku Ad-Dil kemudian dari suku ‘Abdi bin ‘Adiy sebagai petunjuk jalan dan yang mahir menguasai seluk beluk perjalanan yang sebelumnya dia telah diambil sumpahnya pada keluarga al-‘Ash bin Wa’il dan masih memeluk agama kafir Quraisy...” (Shahih Bukhari No. 2103).

(2)    Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi SAW juga bersabda:
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya”.





(3)    Ijma
Umat pada masa sahabat telah sepakat akan bolehnya akad Ijarah , sebelum adanya al-Asham, Ibn Aliyah dan selain keduanya, dikarenakan kebutuhan manusia akan berbagai manfaat, seperti manfaat benda-benda yang terindera. Ketika akad jual beli dibolehkan terhadap barang/benda, maka akad Ijarah  (sewa) pun dibolehkan terhadap manfaat. Dalil ijma juga diketengahkan oleh Sabiq, menurutnya tidak ada ulama yang berbeda dalam hal ini (dibolehkannya Ijarah ).
3)    Rukun-Rukun Ijarah
Rukun-rukun Ijarah  adalah:
a)    Ijab dan qabul dengan lafal Ijarah/sewa atau dengan yang maknanya sama.
b)    Dua pihak yang berakad. Keduanya disyaratkan memiliki kelayakan melangsungkan akad, yaitu keduanya harus berakal.
c)    Objek yang diakadkan harus bisa dimanfaatkan.
4)    Syarat-Syarat Sah Ijarah
Syarat-syarat sah Ijarah  adalah:
a)    Adanya kerelaan kedua belah pihak. Seandainya salah satu dipaksa atas Ijarah  tersebut maka akadnya tidak sah.
b)    Pengetahuan akan manfaat yang diakadkan dengan pengetahuan yang menghilangkan perselisihan yaitu bisa dengan melihat benda yang ingin disewa, penjelasan jangka waktu, dan penjelasan pekerjaan yang diminta.
c)    Pekerjaan yang diakadkan haruslah berada dalam batas kemampuan untuk dipenuhi secara syar’i.
d)    Manfaat tersebut haruslah manfaat yang mubah (boleh), bukan haram dan bukan pula wajib. 
b.    Pekerja (Ajiir)
Syariah islam menganggap pekerja (ajiir) adalah setiap orang yang bekerja dengan upah (honor) tertentu, baik yang mengontrak (musta’jir) berupa pribadi, jamaah, maupun negara. Olek karena itu, pekerja mencakup orang yang bekerja dalam bidang kerja apa pun, yang ada dalam pemerintahan islam tanpa dibedakan apakah pegawai negara maupun pekerja lain. Dengan demikian, buruh tani, pelayan, buruh pabrik, akuntan dan pegawai negara adalah ajiir. 
As-Sabatin dalam bukunya “Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalisme” menjelaskan bahwa akad di dalam Ijarah  al-ajiir (kontrak kerja) kadangkala dinyatakan atas manfaat pekerjaan yang dilakukan pekerja, dan kadangkala dinyatakan atas manfaat pekerja itu sendiri.
1)    Jika akad dinyatakanatas manfaat pekerjaan maka objek akadnya adalah manfaat yang dihasilkan dari pekerjaan. Contoh: mempekerjakan tukang pahat dan pengrajin untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu; mempekerjakan tukang celup, tukang potong dan tukang kayu.
2)    Jika akad Ijarah  itu dinyatakan atas manfaat seseorang maka objek yang diakadkan adalah manfaat/jasa seseorang itu. Contoh: mempekerjakan pembantu dan buruh. Bentuk pekerja dibagi menjadi dua:
a)    Pekerja ini kadangkala  bekerja untuk individu saja untuk selama jangka waktu tertentu. Contoh: orang yang bekerja di kebun, ladang atau pabrik milik seseorang dengan gaji tertentu; pegawai pemerintah di seluruh instansi pemerintah. Pekerja bentuk ini dinamakan al-ajiir al-khash
b)    Kadangkala pekerja itu melakukan pekerjaan tertentu untuk semua orang dengan upah tertentu atas apa yang ia kerjakan. Contoh: tukang kayu, tukang jahit, tukang sepatu dan semacamnya. bentuk ini dinamakan al-ajiir al-musytarak atau al-ajiir al-aam.



2.    Kerja Seorang Pekerja
Kerja seorang pekerja (Ajiir) berkaitan dengan sebagai berikut:
a.    Ketentuan (Pembatasan) Kerja
Ijarah  adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Apabila Ijarah  berhubungan dengan seorang pekerja (Ajiir) maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Sehingga untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan bentuk kerjaanya, waktu, upah, dan tenaganya. Oleh karena itu, Jenis pekerjaanya harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Karena transaksi Ijarah  yang masih kabur hukumnya adalah fasid (rusak). Dan waktunya juga harus ditentukan, semisal harian, bulanan atau tahunan. Disamping itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan.
Dari Ibnu Mas’ud berkata: Nabi SAW bersabda:“apabila salah seorang diantara kalian, mengontrak (tenaga) seorang ajiir, makahendaknya diberitahu tentang upahnya”.

Termasuk yang harus ditetapkan adalah tenaga yang harus dicurahkan oleh para pekerja sehingga para pekerja tidak dibebani dengan pekerjaan yang di luar kapasitasnya. Allah swt berfirman:
“Allah swt tidak akan membebani seseorang, selain dengan kemampuannya.” (Q.s. Al-Baqarah:286).

Nabi saw juga bersabda:
“apabila aku telah memerintahkan kepada kalian suatu perintah maka tunaikanlah perintah itu semampu kalian.” (H.r. Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah)

Sehingga tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitasnya yang wajar. Karena tenaga kerja tersebut tidak mungkin dibatasi dengan takaran yang baku, maka membatasi jam kerja dalam sehari adalah takaran yang lebih mendekati pembatasn tersebut. Sehingga pembatasan jam kerja sekaligus merupakan tindakan pembatasan tenaga yang harus dikeluarkan. Disamping itu, pekerjaannya juga juga harus ditetapkan, semisal menggali tanah, menopang atau melunakkan benda, menempa besi, memecah batu, mengemudikan mobil, atau bekerja di penambangan. Disamping yang juga harus dijeaskan adalah kadar tenaganya.
Dengan begitu, pekerjaan tersebut benar-benar telah ditentukan bentuknya, waktu, upah dan tenaga yang harus dicurahkan dalam melaksanakannya. Atas dasar inilah, maka ketika syara’ memperbolehkan menggunakan pekerja, maka syara’ juga menetapkan pekerjaannya, waktu upah serta tenaganya. Sedangkan upah yang diperoleh oleh seorang ajiir kompensasi dari kerja yang dia lakukan itu merupakan hak milik orang tersebut, sebagai konsekuensi tenaga yang telah dia curahkan. 
b.    Bentuk Pekerjaan
Setiap pekerjaan yang halal boleh di-Ijarah -kan (diakad kontrakan), karena itulah transaksi Ijarah  boleh dilakukan dalam: perdagangan, pertanian, industri, pelayanan, perwakilan. Yang termasuk dalam Ijarah  juga adalah menggali sumber dan pondasi bangunan, mengemudikan mobil dan pesawat, mencetak buku, menerbitkan koran, memindahkan kendaraan dan sebagainya.
Dalam menentukan bentuk pekerjaan, disyaratkan agar ketentuannya bisa menghilangkan kekaburan (persepsi yang macam-macam) sehingga transaksi Ijarah  tersebut berlaku untuk pekerjaan yang jelas. Sebab mengontrak sesuatu yang masih kabur hukumnya fasad (rusak). Contoh: ada seorang yang mengatakan: “Saya mengontrak Anda untuk membawakan kotak-kotak dagangan saya ini ke Mesir dengan ongkos 10 dinar” maka transaksi Ijarah  semacam ini sah. Atau mengatakan: “… untuk membawakannya, tiap 1 ton ongkosnya 1 dinar,” maka transaksi tersebut juga sah. Apabila dia mengatakan kepadanya: “Tolong kamu bawakan barangku, tiap 1 tonnya dengan ongkos 1 Dinar. Dan setiap ada lebihnya, maka disesuaikan dengannya”, Transaksi semacam ini tidak sah, sebab yang disepakati hanya sebagian sementara sebagian yang lain masih tetap majhul atau kabur.  As-Sabatin juga sepakat bahwa dalam menentukan jenis pekerjaan dalam akad Ijarah  (kontrak kerja) disyaratkan harus jelas, jika masuk unsur ketidakjelasan (majhul) maka Ijarah  tidak sah.
Dalam hal ini, maka pentingnya menentukan bentuk dan jenis pekerjaan sekaligus menentukan siapa yang akan melakukan pekerjaan tersebut, agar dapat diketahui seberapa besar kadar pengorbanan yang dikeluarkan. Juga disyaratkan agar ketentuannya dapat menghilangkan kekaburan persepsi, sehingga transaksi Ijarah  tersebut dapat berlangsung secara jelas.
c.    Jangka Waktu Kerja
Di dalam Ijarah  ada yang harus disebutkan jenis pekerjaan yang dikontrakan saja tanpa menyebutkan jangka waktu kerjanya, misalnya mengemudikan mobil sampai tempat tertentu. Sebaliknya ada Ijarah  yang harus disebutkan jangka waktu kerjanya saja dan tidak perlu disebutkan kadar pekerjaannya. Misal: seseorang berkata “saya mempekerjakan Anda satu bulan untuk menggali sumur atau parit”. Jadi setiap pekerjaan yang tidak bisa diketahui kecuali dengan disebutkan jangka waktunya maka harus disebutkan jangka waktunya. Sebab Ijarah  wajib jelas semuanya.
An-Nabhani dalam perkara ini sepakat bahwa apabila waktu kerja harus disebutkan dalam transaksi, dengan kata lain menyebutkan waktu tersebut merupakan sesuatu yang urgen untuk menafikan ketidakjelasan, maka waktunya harus dibatasi dengan jangka waktu tertentu, semisal satu menit, satu jam, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun.
Dari segi masa kerja yang ditetapkan maka transaksi ijaratul ajiir dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1)    Transaksi yang hanya menyebutkan takaran kerja pekerjaan yang dikontrakan saja tanpa harus menyebutkan masa kerja/kontraknya. Seperti, pekerjaan menjahit pakaian dengan model tertentu sampai selesai. Maka berapapun lamanya, seorang pekerja harus menyelesaikan pakaian tersebut.
2)    Transaksi yang hanya menyebutkan masa kerjanya tanpa harus menyebutkan takaran kerja. Contohnya, memperbaiki bangunan selama satu bulan. Jika demikian, maka orang tersebut harus memperbaiki bangunan selama satu bulan, baik bangunan tersebut selesai diperbaiki atau belum.
3)    Transaksi yang menyebutkan masa kerjanya sekaligus menyebutkan takaran kerjanya. Misalnya, pekerjaan membangun rumah yang harus selesai dalam waktu tiga bulan.
d.    Gaji (Upah) Kerja
Disyaratkan pula agar gaji akad Ijarah  jelas, dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan. Hal ini dijelaskan dalam hadits-hadits berikut:
Nabi SAW pernah bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian mengontrak tenaga seorang pekerja maka hendaknya ia memberitahukan kepadanya gajinya” (HR. ad-Daruquthni).

“Bahwa Rasulullah Saw melarang memperkerjakan seorang pekerja hingga dijelaskan upah kepadanya” (HR Ahmad No. 11248).

Kompensasi Ijarah  (gaji, upah, honor) boleh tunai dan boleh tidak, boleh dalam bentuk harta maupun jasa. Intinya, apa saja yang tidak dinilai dengan harga boleh dijadikan sebagai kompensasi, dengan syarat harus jelas. Apabila tidak jelas maka transaksinya tidak sah. Misal: apabila ada buruh pemanen tanaman dikontrak dengan upah dari hasil panen tanaman maka transaksi tersebut tidak sah, karena masih belum jelas. Berbeda halnya kalau orang tersebut dikontrak dengan kompensasi satu sha’ atau satu mud maka sah transaksinya.
Upah harus sudah fix disepakati sebelum dimulai pekerjaan. Makruh mempekerjakan pekerja sebelum dipastikan upahnya. Jika Ijarah  itu dilakukan terhadap pekerjaan maka pekerja itu memiliki upah tersebut dengan adanya akad Ijarah. Akan tetapi, upah itu tidak wajib diserahkan kecuali setelah selesainya pekerjaan.
Nabi SAW bersabda:
“Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum kering keringatnya”.

Jika disyaratkan penundaan pembayaran upah maka upah itu diserahkan sampai jatuh temponya. Jika disyaratkan diberikan secara berangsur, harian, bulanan atau yang lain maka disesuaikan dengan kesepakatan keduanya itu.
Upah dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, upah yang telah disebutkan (ajrun musamma), dan kedua, upah yang sepadan (ajrun mitsli). Upah yang telah disebutkan itu syaratnya ketika disebutkan harus disertai kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi. Sedangkan upah yang sepadan adalah upah yang sepadan dengan kondisi pekerjaannya (profesi kerja) jika akad Ijarah -nya telah menyebutkan jasa (manfaat) kerjanya.
Untuk upah sepadan (ajrun mitsli) ditentukan oleh mereka yang mempunyai keahlian untuk upah, bukan standar yang ditetapkan negara, juga bukan sekedar kebiasaan penduduk suatu negara, melainkan oleh orang yang ahli dalam menangani upah kerja ataupun pekerja yang hendak diperkirakan upahnya. Orang yang ahli dalam menentukan besarnya upah disebut dengan khubara’u.
e.    Tenaga yang Dicurahkan saat Bekerja.
Akad di dalam Ijarah  al-ajir (kontrak kerja) terjadi atas manfaat tenaga/jasa yang dicurahkan. Upah ditentukan berdasarkan manfaat/jasanya dan tenaga itu sendiri tidak menjadi standar manfaat/jasa. Sebab, jika tenaga menjadi standar niscaya upah tukang batu lebih besar daripada upah insinyur karena tenaga yang ia curahkan lebih banyak daripada tenaga yang dicurahkan insinyur, padahal faktanya sebaliknya. Atas dasar ini, upah merupakan kompensasi atas manfaat/jasa, bukan kompensasi tenaga. Tenaga sama sekali tidak dijadikan acuan dalam kompensasi.
Apabila ada seseorang dikontrak untuk membangun (suatu bangunan), maka kontrak tersebut harus diperkirakan waktu dan kerjanya. Bila pekerjaan tersebut sudah diperkirakan, maka disitu baru nampak jasanya, semisal tentang kejelasan tempatnya, tingginya, spesifikasinya, langit-langitnya serta bahan-bahan bangunannya dan sebagainya. Apabila sudah diperkirakan waktunya, maka jasanya tentu akan bertambah dengan bertambahnya jumlah waktunya. Sehingga, deskripsi kerja dan waktunya itulah yang menjadi standar jasanya. Sebab apabila sudah diperkirakan waktunya, pekerjaan tersebut tidak akan dikerahkan melebihi kapasitasnya yang wajar, dan tidak akan dipaksa pula selain dengan kapasitas sewajarnya.
Allah SWT berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang, selain dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila aku telah memeritahkan kepada kalian suatu perintah, maka tunaikanlah perintah itu semampu kalian,” (HR. Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).

Sehingga tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitas kemampuannya yang wajar. Karena tenaga tersebut tidak mungkin dibatasi dengan takaran yang baku, maka membatasi jam kerja dalam sehari adalah takaran yang lebih mendekati pembatasan tersebut. Sehingga pembatasan jam kerja sekaligus merupakan tindakan pembatasan tenaga yang harus dikeluarkan oleh seorang pekerja.
Dengan begitu, pekerjaan tersebut benar-benartelah ditentukan bentuknya, masa, upah dan tenaga yang harus dicurahkan dalam melaksanakannya. Atas dasar inilah, maka ketika syara’ memperbolehkan pekerjaannya, jenis, masa upah serta tenaganya. Sedangkan upah yang diperoleh oleh seorang ajiir sebagai imbalan dari kerja yang dia lakukan itu merupakan hak milik orang tersebut, sebagai konsekuensi tenaga yang telah dia curahkan.
f.      Kebolehan Mempekerjakan Para Pekerja
Islam membolehkan individu untuk mempekerjakan pekerja untuk mengajari dirinya. Allah SWT berfirman:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan kalian? Kami telah menentukan diantara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain (QS as-Zukhruf:32).”

Rasulullah saw. Pernah bersabda:
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Ada tiga orang yang akan aku tuntut pada Hari Kiamat kelak: seseorang yang berjanji untuk memberi dengan mengatasnamakan Aku, tetapi dia tidak menepati janjinya; dan seseorang yang mempekerjakan pekerja, lalu telah pekerjaan itu telah ditunaikan, tetapi ia tidak membayar upahnya.



g.    Mempekerjakan Perempuan yang Menyusui
Seorang laki-laki tidak boleh mempekerjakan istrinya untuk menyusui anaknya dengan istrinya itu karena itu merupakan perkara yang wajib bagi istrinya dalam menyusui anak keduanya. Allah SWT menjelaskan:
“Jika kalian ingin agar anak kalian disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian memberikan pembayaran secara patut. Bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa Alla Maha Melihat apa saja yang kalian kerjakan.” (QS al-Baqarah:233).

D.    Shift Kerja
1.    Pengertian shift Kerja
Tayari and Smith menjelaskan   tentang definisi shift kerja sebagai  periode waktu 24 jam  yang satu atau kelompok orang  dijadwalkan atau diatur untuk bekerja di tempat kerja.  Selanjutnya Oxord Advanced Learner’s Dictionary mendefinisikan shift kerja sebagai   suatu periode waktu  yang dikerjakan oleh sekompok pekerja  yang mulai bekerja  ketika kelompok yang lain selesai.



Menurut Bhattacharya dan McGlothlin definisi shift kerja yang mendasar adalah  waktu dari sehari seorang pekerja harus berada di tempat kerja. Dengan definisi ini, semua pekerja yang dijadwalkan berada di tempat kerja secara teratur, termasuk pekerja siang hari, adalah  pekerja shift.
2.    Dampak Kerja shift  pada Kinerja  Karyawan
Tayari  and Smith mengungkapkan bahwa  kerja shift dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam berbagai cara. Namun demikian  pengaruh sekunder tidak penting dibandingkan  pengaruh lain dari kerja shift. Pengaruh utama adalah psikologis, sosial dan pribadi. Pengaruh dari kerja shift pada kinerja karyawan dapat diringkas sebagai berikut:
a.    Secara Umum, kinerja kerja shift dipengaruhi oleh kombinasi  dari faktor-faktor berikut:
1)    Tipe Pekerjaan. Pekerjaaan yang menuntut  secara mental (seperti inspeksi dan  kontrol kualitas) memerlukan  kesabaran dan kehati-hatian. Pekerja shift  mungkin  akan kekurangan dua hal tersebut.
2)    Tipe Sistem shift. Gangguan irama tubuh (circadian rhythms) dapat  menimbulkan kerugian  terhadap kemampuan fisik dan mental pekerja shift,  khususnya ketika  perubahan shift kerja dan shift malam.
3)    Tipe Pekerja. Untuk contoh, pekerja yang telah berusia tua memiliki kemampuan yang minimal untuk  untuk menstabilkan irama tubuh ketika perubahan shift kerja.

b.    Kinerja shift malam  yang rendah dapat dikaitkan dengan;
a)    Ritme tubuh yang terganggu
b)    Adaptasi yang lambat terhadap kerja shift malam
c)    Pekerja lebih produktif  pada shift siang daripada shift malam
d)    Pekerja membuat sedikit kesalahan  dan kecelakaan pada  shift siang daripada shift malam.
e)    Kehati-hatian pekerja  menurun selama kerja shift malam,  khususnya ketika pagi-pagi sekali. Hal ini mungkin penting diperhatikan terutama untuk tugas-tugas yang memerlukan pengawasan yang terus-menerus (seperti operator mesin).
f)    Jika pekerja  tidak mendapatkan tidur yang cukup  untuk shift kerja, kinerja  dapat dipengaruhi secara buruk khususnya.
g)    pekerjaan yang memerlukan  tingkat kehati-hatian yang tinggi.
3.    Manajemen Kerja shift
Menurut Tayari F and Smith J.L. ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk   manajemen kerja shift adalah sebagai berikut.
1)    Jika memungkinkan lamanya kerja   shift malam dikurangi  tanpa mengurangi  kompensasi dan benefit lainnya.
2)    Jumlah karyawan shift malam yang diperlukan seharusnya  dikurangi untuk mengurangi jumlah hari kerja pekerja  shift malam.
3)    Lamanya kerja shift tidak melebihi  8 jam.
4)    Tiap shift siang atau malam  seharusnya diikuti dengan  paling sedikit 24 jam libur dan tiap shift malam  dengan paling sedikit  2 hari libur, sehingga pekerja  dapat mengatur  kebiasaaan tidur mereka.
5)    Memungkinkan adanya interaksi sosial dengan teman kerja.
6)    Menyediakan fasilitas kegiatan olah raga  seperti permainan bola baskket,  khususnya untuk pekerja shift malam.
7)    Musik yang tidak monoton selama bekerja shift malam sangat berguna.
4.    Regulasi 
a.    Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai standar Internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night Work Convention and Recommendation. The Night Work Convention membahas mengenai kesehatan dan keselamatan, transfer kerja siang hari, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan pelayanan sosial. Recommendation membahas mengenai batas waktu kerja normal, waktu istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja siang pada situasi khusus, kesempatan pelatihan
Tabel: 2 Standar Internasional bagi Pekerja Malam
No.    Bidang    Ukuran
1    Jam kerja normal    Tidak lebih dari 8 jam sehari
2    Overtime     Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan
3    Waktu istirahat    Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift
4    Jam kerja istirahat    Istirahat utuk makan dan istirahat
5    Ibu/calon ibu    Penugasan di siang hari (sebelum dan sesudah kehamilan)
6    Pelayan social    Batas waktu transfortasi, biaya dan perbaikan keselamatan, perbaikan kualitas istirahat
7    Situasi khusus    Toleransi pada pekerja yang mempunyai tanggung jawab bagi keluarga, pekerja yang lamban dan tua
8    Pelatihan    Mendapat kesempatan pelatihan
9    Transfer    Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang hari (setelah bertahun-tahun bekerja pada malam hari)
10    Pensiun     Pemikiran khusus bagi pekerja yang pensiun sebelum waktunya

b.    Perusahaan memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan Undang-Undang No.13/2003 yang lebih lanjutnya diatur dalam Kep.224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :
1)    Memberikan Makanan dan Minuman Bergizi
Makanan dan minuman yang bergizi harus sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori, harus bervariasi, bersih dan diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja. Makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang.
2)    Menjaga Kesusilaan dan Keamanan Selama di Tempat Kerja
Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja perempuan dengan menyediakan petugas keamanan di tempat kerja dan menyediakan kamar mandi yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja perempuan dan laki-laki. Pengusaha juga diharuskan menyediakan antar jemput mulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya. Lokasi tempat penjemputan harus mudah dijangkau dan aman bagi pekerja perempuan.
Pelaksanaan pemberian makanan dan minuman bergizi, penjagaan kesusilaan, dan keamanan selama di tempat kerja serta penyediaan angkutan antar jemput diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Jadi ingat, sebelum menandatangani Perjanjian Kerja, harap dibaca dahulu dengan sksama apa yang  tertulis di Perjanjian Kerja.
Sebagaimana dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1989 Tentang Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Wanita Pada Malam Hari pasal  3, Pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita pada malam hari harus menjaga keselamatan kesehatan dan kesusilaan dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)    Pekerja wanita tidak dalam keadaan hamil;
2)    Pekerja wanita berumur sekurang-kurangnya 18 tahun atau sudah kawin;
3)    Menyediakan angkutan antar jemput;
4)    Memberi makanan dan minuman yang bergizi;
5)    Mendapat persetujuan dari suami /orang tua/ wali;
6)    Memperhatikan kebiasaan setempat.

c.    Waktu Kerja Normal menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi, No. KEP. 102/MEN/VI/2004.
1)    Untuk 6 hari kerja : Waktu Kerja 7 jam/hari (hari ke1-5), 5 jam/hari (hari ke-6) , 40 jam/minggu.
2)    Untuk 5 hari kerja : Waktu Kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu
Lebih dari waktu ini dihitung waktu kerja lembur
5.    Simulasi Pengaturan Jadwal Kerja shift
Pengaturan Jadwal kerja shift di Industri manufacture Indonesia terdapat beberapa model yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan itu sendiri. Penjadwalan Kerja shift yang biasa digunakan antara lain:
a.    Empat (4) Grup Tiga (3) shift
Penjadwalan model ini digunakan untuk aktivitas manufacture selama 24 jam sehari dan beroperasi penuh selama sepanjang tahun, terhenti  pada hari besar Idul fitri dan Tahun Baru. Besarnya  output produksi yang ditetapkan dan aktivitas engineering yang menuntut aktivitas ini berlangsung terus. Karyawan terbagi kedalam 4 Grup, Bekerja selama 5 hari kerja dengan working hours 7+1. Pergantian shift dari 3 ke 1, karyawan mendapat libur 2 hari. Model ini menyebabkan Hari Libur karyawan tidak menentu.


Tabel: 3 simulasi penjadwalan 4 Grup 3 shift

    Keterangan  :
a)    shift 1 : Pk. 07.00 – 15.00 , shift 2 : Pk.15.00 – 23.00 , shift 3 : Pk. 23.00 – 07.00
b)    Urutan Putaran shift,  shift 3 -> shift 2 -> shift 1 (3-2-1) , Pergesaran shift menuju dan setelah shift 3 ada perlakuan khusus. Setelah shift 3 karyawan mendapat libur lebih banyak (2 hari) sebelum memasuki jadwal shift 1.
Dua hari sebelum  libur sebelum shift 3, aktual libur adalah 1 hari. Satu harinya lagi merupakan hari pertengahan, tapi karyawan harus mulai masuk pada malam harinya (Pk. 23.00)
b.    Tiga (3) Grup Tiga (3) shift
Penjadwalan shift model ini, memberikan peluang istirahat / Libur secara Teratur. Karyawan bekerja dari Senin–Sabtu, minggu istirahat. Dibanding model 4 Grup, Total karyawan yang dibutuhkan pastinya lebih sedikit, begitu pula untuk out put volume Produksinya.
Jam kerja perhari 7 + 1 (7 jam kerja, 1 jam istirahat), kecuali hari sabtu 5 Jam kerja dengan Total jam kerja  40 jam Seminggu. Jam kerja ini fleksibel, jika diperlukan pada hari terakhir bisa dibuat overtime (otomatis) selama 2 Jam.
Tabel: 4 simulasi Penjadwalan 3 grup 3 shift



Keterangan :
a)    Jam Kerja shift fleksibel, untuk shift 1, bisa dimulai di Pk. 06.00 atau Pk.07.00, shift berikutnya menyesuaikan.
b)    Putaran shift  shift 3 -> shift 2 -> shift 1 (3-2-1).
c)    Jadwal ini bisa diterapkan untuk putaran 2 Grup, 2 shift
d)    Berdasarkan Keputusan Menteri, Kep.102/MEN/2004, Pasal 3 ayat 1, “waktu Kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu”. Khusus shift 1 bisa diberlakukan Long shift (Pk.07.00–Pk.19.00), dengan istirahat, selama maksimal 15 Jam/orang perminggu.
c.    Non shift
Non shift, pada umumnya diperuntukkan bagi  departemen yang memerlukan koordinasi internal dan eksternal saat jam-jam kerja pagi-siang. Jam Kerja normal fleksible, Pk.08.00-Pk.16.00.
Jadwal kerja Non shift  ada 2 model, 6 hari kerja dan 5 hari kerja. Meski beda Lama jam kerja sehari namun tetap total jam kerja seminggu 40 Jam.
d.    Tiga (3) Group Dua (2) Shift atau Long Shift
Model penjadwalan shift ini  untuk mengadopsi jam kerja bagian petugas keamanan (security) atau karyawan dengan terlebih dahulu ada kesepakatan antara perwakilan pekerja dan management. Pengatuan jadwal kerjanya menggunakan formulasi 2-2-2. Yaitu dalam 1 minggu kerja terdiri dari 2 hari shift 1, 2 hari shift 2, dan 2 hari libur. seperti simulasi dibawah.
Tabel: 5 simulasi penjadwalan 3 Group 2 Shift atau Long Shift

Berikut contoh pegnaturan jam kerjanya :
Shift I
Senin-Kamis   : Jam 08.00 wib – jam 20.00 wib
Sabtu-Minggu : Jam 08.00 wib – jam 20.00 wib
Istirahat           : Jam 12.00 wib – jam 13.00 wib
Break              : Jam 17.00 wib – jam 17.05 wib
Jumat               : Jam 08.00 wib – jam 20.00 wib
Istirahat           : Jam 11.45 wib – jam 13.15 wib
Break              : Jam 17.30 wib _ jam 17.35 wib
Shift II
Senin-Kamis    : Jam 20.00 wib – jam 08.00 wib
Sabtu-Minggu  : Jam 20.00 wib – jam 08.00 wib
Istirahat             : Jam 00.00 wib –jam 01.00 wib
Break                : Jam 05.00 wib – jam 05.05 wib
Perhitungan Jam kerja untuk long shift ini, ada beberapa macam :
1)    Jam kerja 7 jam + 1 jam istirahat + 4 jam over time.
Perhitungan jam overtime perharinya = 1,5 + (2 x 3 ) jam = 7,5 jam/hari
2)    Jam kerja 8 jam + 1 jam istirahat + 3 jam overtime
Perhitungan jam overtime per harinya = 1,5 + ( 2x2 ) jam = 5,5 jam/hari
Penentuan model penjadwalan kerja shift, perlu dipertimbangankan tingkat fleksibilitasnya. Untuk Bagian produksi, pembagian shift terkait erat dengan menambah jam kerja mesin. Biasanya terjadi saat Peak Seasion. Sedangkan untuk bagian Engineering, Pada umumnya mengikuti jadwal produksi, kecuali di bagian utility atau mesin-mesin yang akan membutuhkan waktu lama (lebih dari 1 hari) saat running awal, biasanya di setting 4 Grup 3 shift.


d.    Efek Kerja Malam
    Banyak perusahaan beroperasi lebih dari 8 jam per hari untuk memenuhi kebutuhan pasar dan karena keterbatasan sumberdaya/fasilitas. Konsekuensinya, perusahaan harus melakukan shift kerja. shift kerja adalah periode waktu dimana suatu kelompok pekerja dijadualkan bekerja pada tempat kerja tertentu. Disamping memiliki segi positif yaitu memaksimalkan sumberdaya yang ada, shift kerja akan memiliki resiko dan mempengaruhi pekerja pada:
a.    Efek Fisiologis
    Fish mengungkapkan bahwa efek fisiologis bekerja pada (shift) malam hari pada pekerja antara lain:
1)    Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.
2)    Menurutnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.
3)    Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan
b.    Aspek Psikologis
Tingkat kecelakaan dapat meningkat Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatique) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi dengan meningkatnya stres, fatique, dan ketidakpuasan akibat shift kerja ini.
c.    Efek Psikososial
Efek ini menunjukkan masalah lebih besar dan efek fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan gangguan aktivitas kelompok dalam masyarakat. shift kerja akan berpengaruh negatif terhadap hubungan keluarga seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik keluarga. Secara sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi sosialisasi pekerja karena interaksinya terhadap lingkungan menjadi terganggu.
Saksono menambahkan bahwa pekerjaan malam berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan ada siang atau sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam diperlukan untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibatnya tersisih dari lingkungan masyarakat.
d.    Efek Kinerja
Dari beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift kerja memiliki pengaruh pada kinerja pekerja. Kinerja pekerja, termasuk tingkat kesalahan, ketelitian dan tingkat kecelakaan, lebih baik pada waktu siang hari dari pada malam hari, sehingga dalam menentukan shift kerja harus diperhatikan kombinasi dari tipe pekerjaan, sistem shift dan tipe pekerja.
Fish mengemukakan bahwa Kinerja menurun selama kerja malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurutnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
e.    Efek Terhadap Kesehatan
    Kerja malam menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun. Kerja malam juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.